Jakarta – Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, pernah mengambil langkah besar dengan menaikkan tunjangan kinerja (tukin) pegawai di Kementerian Keuangan hingga 300 persen. Langkah ini diambil saat dirinya baru menjabat pada tahun 2005, dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan pegawai serta menjaga integritas birokrat di Kemenkeu. Keputusan berani ini diungkapkan dalam acara peluncuran buku “No Limits Reformasi dengan Hati”, di mana ia membagikan cerita di balik kebijakan tersebut.
Menurut Sri Mulyani, kesejahteraan pegawai yang rendah bisa berdampak negatif pada kinerja dan berpotensi mendorong terjadinya praktik korupsi. Dalam pidatonya, ia menjelaskan bahwa tunjangan yang layak bagi pegawai tidak hanya penting untuk meningkatkan produktivitas, tetapi juga untuk menjaga moral dan integritas dalam bekerja. “Birokrat itu seharusnya hidup dengan cara yang layak dan terhormat. Jika gaji mereka cukup, perilaku mereka juga akan terjaga,” ungkap Sri Mulyani pada Minggu (22/9/2024).
Pada saat itu, kondisi kesejahteraan pegawai di Kemenkeu dianggap kurang memadai. Banyak pegawai yang merasa tidak tenang dalam menjalankan tugas karena penghasilan yang tidak mencukupi kebutuhan hidup, seperti pendidikan anak dan kebutuhan sehari-hari. Inilah yang mendorong Sri Mulyani untuk memperjuangkan kenaikan tunjangan kinerja yang signifikan. “Kalau mereka bekerja dengan perut yang belum tenang, bagaimana bisa kita berharap kinerja mereka maksimal?” tambahnya.
Sri Mulyani juga mengungkapkan pengalamannya saat masih menjabat sebagai Direktur Lembaga Penelitian Ekonomi dan Sosial di Universitas Indonesia (UI). Di sana, para peneliti mendapatkan gaji yang layak meskipun tanggung jawab mereka tidak sebesar pegawai di Direktorat Jenderal Pajak (DJP). “Jika peneliti dengan tanggung jawab yang lebih kecil bisa mendapat penghasilan yang layak, maka pegawai di DJP yang bertanggung jawab besar terhadap keuangan negara juga harus diberikan penghargaan setimpal,” katanya.
Saat pertama kali tiba di Kemenkeu, Sri Mulyani terkejut dengan rendahnya gaji yang diterima oleh para pegawai yang mengelola keuangan negara. Ia bahkan menggambarkan bahwa penghasilan mereka hanya cukup untuk dua minggu, setelah itu pegawai harus berhemat hingga akhir bulan. Melihat kondisi ini, Sri Mulyani merasa perlu ada perubahan besar. “Ketika saya melihat gajinya, saya berpikir, tidak mungkin saya bisa meminta mereka bekerja lebih keras dengan penghasilan sekecil ini,” jelasnya.
Awalnya, ia ditawari berbagai skenario kenaikan gaji, mulai dari kenaikan 30 persen hingga 60 persen. Namun, menurutnya, angka tersebut masih belum cukup untuk menutup kebutuhan hidup para pegawai. Akhirnya, setelah berdiskusi lebih lanjut, ia memutuskan untuk mengambil langkah berani dengan memilih skenario kenaikan tunjangan hingga 300 persen.
Keputusan untuk menaikkan tukin hingga 300 persen ini dinilai sebagai langkah yang tepat dalam menciptakan lingkungan kerja yang lebih produktif dan bebas dari godaan korupsi. Dengan gaji yang lebih layak, pegawai di Kemenkeu dapat lebih fokus pada tugas dan tanggung jawab mereka dalam mengelola keuangan negara, tanpa khawatir terhadap kebutuhan hidup sehari-hari.
Sri Mulyani berharap, dengan kebijakan ini, para birokrat di Kemenkeu dapat bekerja lebih optimal dan menjaga integritas mereka. Ia percaya bahwa dengan memberikan penghargaan yang layak kepada pegawai, negara juga akan mendapatkan timbal balik berupa kinerja yang lebih baik dan transparansi yang lebih tinggi dalam pengelolaan keuangan negara.