Tag Archives: BPS

Harga Minyakita Naik Tembus Rp 60 Ribu Per Liter Di Papua Tengah

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa harga minyakita di Kabupaten Intan Jaya, Papua Tengah, telah mencapai Rp 60.000 per liter. Kenaikan harga ini menimbulkan keprihatinan di kalangan masyarakat yang sangat bergantung pada minyak goreng sebagai salah satu kebutuhan pokok sehari-hari.

Kenaikan harga minyakita ini terjadi di tengah kondisi ekonomi yang sulit dan tantangan distribusi di daerah terpencil. Plt Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, mengungkapkan bahwa harga eceran tertinggi (HET) untuk minyak goreng rakyat seharusnya dipatok sebesar Rp 15.700 per liter. Namun, kenyataannya harga di lapangan jauh lebih tinggi. Ini menunjukkan bahwa fluktuasi harga bahan pokok dapat berdampak langsung pada kesejahteraan masyarakat.

Dengan harga minyakita yang kini tembus Rp 60 ribu per liter, banyak warga merasa terbebani. Mereka mengeluhkan bahwa dengan harga yang tinggi, anggaran rumah tangga mereka semakin tertekan. Hal ini berpotensi meningkatkan angka kemiskinan di daerah tersebut, karena masyarakat harus mengalokasikan lebih banyak dana untuk kebutuhan dasar seperti minyak goreng. Ini mencerminkan tantangan besar yang dihadapi oleh pemerintah dalam menjaga stabilitas harga barang kebutuhan pokok.

Pemerintah daerah dan pusat diharapkan segera mengambil langkah-langkah untuk menstabilkan harga minyakita. Beberapa solusi yang mungkin dipertimbangkan termasuk pengadaan minyak goreng bersubsidi atau peningkatan distribusi untuk memastikan pasokan yang lebih baik ke daerah-daerah terpencil. Ini menunjukkan bahwa intervensi pemerintah sangat diperlukan untuk mencegah krisis pangan.

Kenaikan harga tidak hanya terjadi pada minyakita, tetapi juga pada berbagai jenis minyak goreng lainnya. Menurut laporan BPS, kenaikan harga minyak goreng terjadi di 56,95 persen wilayah Indonesia. Rata-rata harga nasional untuk semua varian minyak goreng telah meningkat menjadi Rp 17.502 per liter. Hal ini menunjukkan bahwa masalah ini bersifat sistemik dan memerlukan perhatian lebih dari pemerintah.

Dengan harga minyakita yang kini tembus Rp 60 ribu per liter, semua pihak berharap agar pemerintah dapat segera mengambil tindakan untuk mengatasi masalah ini. Diharapkan bahwa langkah-langkah konkret akan diambil untuk menstabilkan harga dan memastikan ketersediaan pasokan bagi masyarakat. Keberhasilan dalam menangani isu ini akan menjadi indikator penting bagi komitmen pemerintah dalam menjaga kesejahteraan rakyat, terutama di daerah-daerah yang paling terdampak oleh kenaikan harga barang kebutuhan pokok.

Inflasi Rendah Di Indonesia Cerminkan Stabilitas Harga Pangan Di Awal 2025

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa inflasi tahunan Indonesia pada Desember 2024 tercatat sebesar 1,57 persen. Angka ini menunjukkan bahwa inflasi berada di bawah target yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, yaitu antara 1,5 persen hingga 3,5 persen. Penurunan inflasi ini mencerminkan stabilitas harga pangan yang berhasil dijaga oleh pemerintah.

Chief Economist PermataBank, Josua Pardede, menyatakan bahwa rendahnya inflasi saat ini mencerminkan efektivitas kebijakan pemerintah dalam menjaga stabilitas harga pangan. Setelah mengalami lonjakan harga pangan akibat fenomena El Nino sebelumnya, kini harga pangan mulai stabil, sehingga memberikan dampak positif terhadap inflasi secara keseluruhan. Ini menunjukkan bahwa intervensi pemerintah dalam sektor pangan sangat penting untuk mengendalikan inflasi.

Meskipun inflasi rendah dapat dilihat sebagai sinyal positif dari kontrol harga yang efektif, Josua juga mengingatkan bahwa hal ini tidak selalu mencerminkan daya beli masyarakat yang kuat. Daya beli masyarakat tetap penting untuk pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Konsumsi rumah tangga yang stabil pada tingkat 4,9 persen di tahun 2024 menunjukkan bahwa meskipun inflasi rendah, masyarakat masih mampu berbelanja. Ini menandakan adanya keseimbangan antara stabilitas harga dan kemampuan masyarakat untuk membeli barang.

Ekonom lain, Mohammad Faisal dari CORE Indonesia, menekankan pentingnya memperhatikan permintaan domestik untuk menjaga tingkat inflasi tetap stabil. Ia mengingatkan bahwa jika daya beli masyarakat tidak meningkat, inflasi dapat kembali menurun. Oleh karena itu, upaya untuk meningkatkan permintaan domestik harus menjadi fokus utama pemerintah agar pertumbuhan ekonomi tetap terjaga. Ini menunjukkan bahwa kebijakan ekonomi harus seimbang antara pengendalian inflasi dan dukungan terhadap daya beli.

Josua Pardede memproyeksikan bahwa inflasi pada tahun 2025 akan meningkat menjadi sekitar 2,2 persen hingga 2,3 persen. Meskipun demikian, ia menekankan perlunya pemangkasan suku bunga acuan oleh Bank Indonesia untuk mendukung permintaan domestik dan investasi. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun inflasi diperkirakan meningkat, langkah-langkah kebijakan yang tepat dapat membantu menjaga stabilitas ekonomi.

Dengan inflasi yang rendah dan stabilitas harga pangan yang terjaga, tahun 2025 diharapkan menjadi tahun penuh tantangan sekaligus peluang bagi perekonomian Indonesia. Semua pihak kini diajak untuk memperhatikan perkembangan situasi ini dan dampaknya terhadap kehidupan sehari-hari masyarakat. Keberhasilan dalam menjaga daya beli dan pertumbuhan ekonomi akan sangat bergantung pada kebijakan pemerintah dan respons masyarakat terhadap kondisi pasar yang dinamis.

BPS: Deflasi Tarif Pesawat Dipicu Kebijakan Penurunan Harga Tiket

Pada tanggal 2 Januari 2025, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan bahwa deflasi tarif pesawat terjadi pada bulan Desember 2024, yang dipicu oleh kebijakan pemerintah untuk menurunkan harga tiket pesawat. Penurunan ini merupakan bagian dari upaya untuk mendukung mobilitas masyarakat selama periode Natal dan Tahun Baru (Nataru).

Pemerintah Indonesia telah menetapkan kebijakan penurunan harga tiket pesawat sebesar 10% yang berlaku selama 16 hari, mulai dari 19 Desember 2024 hingga 3 Januari 2025. Kebijakan ini diambil berdasarkan arahan Presiden Prabowo Subianto dan bertujuan untuk mengurangi beban biaya perjalanan bagi masyarakat yang ingin bepergian selama musim liburan. Dengan adanya penurunan ini, diharapkan dapat meningkatkan jumlah penumpang dan merangsang sektor pariwisata.

Dalam laporan BPS, tercatat bahwa tarif angkutan udara mengalami deflasi sebesar 1,59% pada bulan Desember 2024. Deflasi ini berkontribusi pada penurunan inflasi secara keseluruhan di Indonesia, yang tercatat hanya sebesar 1,57%, terendah dalam sejarah. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan penurunan harga tiket pesawat tidak hanya berdampak pada sektor transportasi tetapi juga berpengaruh positif terhadap perekonomian nasional.

Dengan adanya penurunan harga tiket pesawat, permintaan perjalanan meningkat signifikan selama periode Nataru. Banyak masyarakat yang memanfaatkan kesempatan ini untuk melakukan perjalanan, baik untuk liburan maupun untuk berkumpul dengan keluarga. Kenaikan permintaan ini menjadi indikator positif bagi industri penerbangan dan pariwisata, yang sebelumnya terdampak oleh pandemi.

Maskapai penerbangan juga berperan penting dalam implementasi kebijakan penurunan harga tiket. Mereka diminta untuk menyesuaikan tarif dengan mengurangi komponen biaya seperti fuel surcharge dan biaya pelayanan jasa penumpang. Hal ini dilakukan agar penurunan harga tiket dapat terlaksana tanpa mengorbankan kualitas layanan. Maskapai diharapkan dapat menjaga keseimbangan antara keuntungan dan pelayanan kepada konsumen.

Dengan adanya kebijakan penurunan harga tiket pesawat yang berhasil menciptakan deflasi tarif angkutan udara, semua pihak berharap bahwa sektor transportasi akan terus berkembang dan berkontribusi pada pemulihan ekonomi nasional. Tahun 2025 diharapkan menjadi tahun yang lebih baik bagi industri penerbangan dan pariwisata di Indonesia. Melalui langkah-langkah strategis ini, pemerintah berupaya menciptakan aksesibilitas yang lebih baik bagi masyarakat dalam melakukan perjalanan domestik.

Surplus Neraca Perdagangan Indonesia Terus Terjaga

Pada 18 November 2024, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan bahwa Indonesia mencatatkan surplus neraca perdagangan selama 54 bulan berturut-turut. Ini merupakan pencapaian yang luar biasa, menunjukkan stabilitas dan ketahanan ekonomi Indonesia meskipun menghadapi tantangan global yang kompleks. Surplus ini tercatat mencapai lebih dari 3 miliar dolar AS pada bulan Oktober 2024, didorong oleh ekspor yang tetap kuat dan lebih tinggi dari impor.

BPS menjelaskan bahwa surplus neraca perdagangan ini terutama didorong oleh kinerja sektor ekspor yang terus menunjukkan tren positif. Sumber utama ekspor Indonesia, seperti produk pertambangan, minyak dan gas, serta komoditas pertanian, mengalami peningkatan permintaan dari pasar internasional, terutama negara-negara mitra dagang utama seperti China, Amerika Serikat, dan Jepang. Meskipun ada penurunan harga komoditas global, volume ekspor Indonesia masih relatif stabil.

Sementara itu, impor Indonesia tercatat sedikit menurun dibandingkan bulan-bulan sebelumnya, berkat kebijakan pemerintah yang fokus pada pengurangan ketergantungan terhadap impor barang konsumsi dan memperkuat industri dalam negeri. Hal ini turut membantu menjaga keseimbangan dalam neraca perdagangan. Selain itu, kebijakan peningkatan kapasitas produksi domestik dan pengembangan sektor manufaktur menjadi faktor penopang yang kuat dalam pengendalian impor.

Dengan surplus neraca perdagangan yang berkelanjutan, ekonomi Indonesia diprediksi akan terus stabil meskipun menghadapi ketidakpastian ekonomi global. Keberlanjutan surplus ini memberikan dampak positif terhadap cadangan devisa negara dan memperkuat posisi rupiah di pasar global. Pemerintah Indonesia berharap dapat mempertahankan momentum ini dengan terus mendorong ekspor, memperbaiki daya saing produk dalam negeri, dan memperkuat kebijakan ekonomi yang berbasis pada produksi domestik.

Data Terbaru Beberapa Tanda Jelas Ekonomi RI Semakin Memburuk

Pada tanggal 11 Oktober 2024, sejumlah data terbaru menunjukkan bahwa ekonomi Indonesia mengalami penurunan yang signifikan. Laporan dari Badan Pusat Statistik (BPS) mengindikasikan bahwa pertumbuhan ekonomi pada kuartal ketiga tahun ini mencapai angka terendah dalam lima tahun terakhir, yaitu hanya 3,1%. Penurunan ini mengkhawatirkan, terutama mengingat target pertumbuhan pemerintah yang sebesar 5,2%.

Salah satu tanda jelas memburuknya ekonomi adalah peningkatan tingkat pengangguran. Data terbaru menunjukkan bahwa angka pengangguran di Indonesia naik menjadi 7,4%, meningkat dari 6,2% pada tahun sebelumnya. Banyak perusahaan yang melakukan pemangkasan karyawan akibat tekanan biaya operasional dan penurunan permintaan pasar. Hal ini menciptakan dampak sosial yang signifikan, terutama di kalangan generasi muda yang sedang mencari pekerjaan.

Inflasi juga menjadi masalah besar bagi perekonomian Indonesia. Pada bulan September 2024, inflasi tercatat sebesar 9,5%, jauh di atas target pemerintah yang hanya 3%. Kenaikan harga bahan pokok, seperti pangan dan energi, menjadi penyebab utama. Masyarakat kini semakin kesulitan memenuhi kebutuhan sehari-hari, yang berimbas pada penurunan daya beli dan konsumsi.

Ketidakpastian di pasar global juga turut memperburuk kondisi ekonomi Indonesia. Gejolak ekonomi di negara-negara besar, seperti AS dan China, berdampak pada investasi asing dan ekspor Indonesia. Pengusaha menjadi lebih ragu untuk berinvestasi, sehingga menghambat pertumbuhan sektor-sektor vital.

Ke depan, pemerintah dihadapkan pada tantangan besar untuk mengatasi masalah ini. Diperlukan langkah-langkah strategis untuk merangsang pertumbuhan ekonomi dan menanggulangi dampak sosial yang ditimbulkan. Jika tidak, kondisi ini dapat berlanjut dan memperburuk kehidupan masyarakat.