Tag Archives: Ekonomi Global

https://realaikidodojo.com

Kripto Makin Dilirik di Tengah Guncangan Ekonomi Global, Generasi Muda Jadi Motor Penggerak

Di tengah tekanan ekonomi global dan kebijakan tarif baru Amerika Serikat yang mengguncang pasar keuangan dunia, aset kripto muncul sebagai opsi investasi yang menarik perhatian, khususnya di kalangan generasi muda yang akrab dengan teknologi dan piawai membaca peluang. Chief Technology Officer Indodax, William Sutanto, menilai bahwa volatilitas di pasar kripto bukan hanya risiko, melainkan juga peluang strategis bagi investor yang mampu menganalisis pergerakan tren secara jeli.

Menurut William, kebijakan tarif AS yang menargetkan mitra dagang utama telah memicu efek domino pada berbagai sektor, termasuk saham dan aset digital. Meski pergerakan harga kripto tergolong fluktuatif, Bitcoin dianggap telah membuktikan diri sebagai aset lindung nilai yang mulai diadopsi oleh negara-negara maju. Dalam situasi global yang tidak menentu, kripto seperti Bitcoin dinilai mampu menjadi alternatif diversifikasi yang menjanjikan.

William juga mengungkapkan adanya lonjakan volume transaksi kripto sebesar 30–50 persen dalam sepekan terakhir, yang mengindikasikan respons cepat dari investor dalam memanfaatkan koreksi pasar. Hal ini turut didukung oleh laporan riset global yang menempatkan Indonesia sebagai negara dengan tingkat adopsi kripto tertinggi ketiga di dunia, dengan jumlah investor mencapai 22,9 juta orang pada 2024.

Meski peluangnya besar, William mengingatkan pentingnya edukasi dan pengelolaan risiko. Ia menyarankan agar masyarakat hanya menggunakan dana yang tidak mengganggu kebutuhan utama, dan tidak menjadikan kripto sebagai investasi dengan dana vital seperti pendidikan atau kesehatan.

Ekonom Indef Kritik Tarif Resiprokal AS: Tidak Berdasar dan Membingungkan

Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Fadhil Hasan, mengkritik kebijakan tarif resiprokal yang diterapkan oleh Amerika Serikat karena dinilai tidak memiliki dasar ekonomi yang kuat. Dalam sebuah diskusi publik bertajuk “Waspada Genderang Perang Dagang” di Jakarta, Fadhil menyebut metode penghitungan tarif oleh pemerintah AS tidak didasarkan pada formula ekonomi yang jelas dan cenderung membingungkan.

Fadhil menjelaskan bahwa Indonesia dikenakan tarif sebesar 32 persen oleh AS, padahal tarif yang dikenakan Indonesia terhadap produk asal Amerika hanya berkisar antara 8 hingga 9 persen. Menurutnya, pemerintah AS mengklaim Indonesia mengenakan tarif hingga 64 persen terhadap produk mereka, dengan dasar perhitungan dari selisih neraca perdagangan antara kedua negara. AS membagi surplus perdagangan Indonesia sebesar 16,8 miliar dolar AS dengan total impor AS dari Indonesia yang mencapai 28 miliar dolar AS, sehingga muncul angka 64 persen yang kemudian dianggap sebagai tarif efektif.

Selain itu, pemerintahan di bawah Presiden Donald Trump turut memasukkan unsur manipulasi mata uang dan hambatan non-tarif (Non-Trade Barriers/NTB) dalam perhitungannya. Fadhil menegaskan bahwa perhitungan NTB sangat kompleks dan tidak bisa disederhanakan menjadi angka tertentu. Bahkan, sejumlah ekonom AS, termasuk profesor dari University of Michigan, mengecam metode tersebut sebagai tidak masuk akal dan tidak ilmiah.

Fadhil menutup dengan menyatakan bahwa banyak pihak sepakat bahwa kebijakan tarif resiprokal AS cenderung dibuat tanpa argumentasi ekonomi yang valid dan berlaku secara global.

IHSG Awal 2025 Sukses Menguat di Tengah Penurunan Bursa Saham Asia

Pada 4 Januari 2025, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) menunjukkan hasil positif meskipun bursa saham di kawasan Asia mengalami penurunan. IHSG tercatat naik 1,23 poin atau setara dengan 0,02 persen, berakhir di level 7.164,43, menggambarkan ketahanan pasar modal Indonesia di tengah ketidakpastian ekonomi global.

Walaupun IHSG mengalami kenaikan, sebagian besar pasar saham di Asia mengalami penurunan. Indeks Nikkei di Jepang berkurang 386,62 poin atau 0,00 persen, sedangkan indeks Shanghai di China turun 51,13 poin atau 1,57 persen. Penurunan ini dipicu oleh berbagai faktor, termasuk ketegangan geopolitik dan kebijakan perdagangan yang ketat antara negara-negara besar, yang menunjukkan bahwa meskipun pasar Indonesia tumbuh, tantangan eksternal masih memengaruhi sentimen investor.

Kenaikan IHSG didorong oleh sejumlah sektor yang menunjukkan performa positif. Sektor teknologi mengalami kenaikan tertinggi sebesar 1,50 persen, disusul oleh sektor infrastruktur dan transportasi & logistik yang masing-masing naik 0,96 persen dan 0,56 persen. Kenaikan ini mencerminkan keyakinan investor terhadap potensi pertumbuhan sektor-sektor tersebut di tahun 2025.

Walaupun IHSG menguat, terdapat penurunan dalam nilai transaksi harian, yang turun dari Rp10,64 triliun menjadi Rp9,74 triliun. Volume transaksi harian juga mengalami penurunan sebesar 12,40 persen, dari 24,4 miliar saham menjadi 21,38 miliar saham. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun ada kenaikan indeks, aktivitas perdagangan mungkin tidak seintens sebelumnya.

Di sisi lain, investor asing tercatat melakukan penjualan bersih sebesar Rp571,38 miliar pada hari tersebut. Aksi jual ini mencerminkan kekhawatiran investor asing terhadap kondisi ekonomi domestik dan global. Meskipun demikian, penguatan IHSG menunjukkan bahwa investor lokal tetap optimis terhadap prospek pasar modal Indonesia.

Dengan IHSG yang ditutup lebih tinggi meskipun ada penurunan di pasar saham Asia, tahun 2025 dimulai dengan harapan bagi pasar modal Indonesia. Semua pihak kini menunggu langkah-langkah strategis yang akan diambil oleh pemerintah dan pelaku pasar untuk mempertahankan momentum positif ini dan mengatasi tantangan yang ada. Penguatan indeks ini memberikan harapan bahwa pasar modal Indonesia akan terus berkembang meskipun di tengah ketidakpastian global.