Tag Archives: Kebijakan Fiskal

https://realaikidodojo.com

Krisis Kepercayaan di Pasar: DPR Dorong KSSK Perbaiki Pola Komunikasi

Ketua Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun meminta Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), yang meliputi Kementerian Keuangan, Bank Indonesia (BI), Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), serta Otoritas Jasa Keuangan (OJK), untuk meningkatkan kualitas komunikasi dengan pelaku pasar. Menurutnya, penyampaian informasi yang lebih jelas dan efektif dapat mencegah kepanikan serta sentimen negatif yang berlebihan di pasar keuangan.

Misbakhun menegaskan pentingnya koordinasi dalam penyampaian kebijakan ekonomi agar tidak menciptakan ketidakpastian. Ia mencontohkan bahwa dalam beberapa hari terakhir, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami penurunan hingga 6 persen akibat buruknya komunikasi dari pemerintah dan otoritas terkait. Transparansi serta kejelasan dalam menyampaikan tantangan ekonomi nasional dinilai sangat krusial agar pasar bergerak berdasarkan fundamental, bukan spekulasi atau rumor semata.

Sementara itu, Head of Research & Chief Economist Mirae Asset, Rully Arya Wisnubroto, menyebut bahwa tekanan terhadap IHSG pada 18 Maret lalu dipicu oleh kombinasi faktor eksternal dan domestik. Salah satu penyebabnya adalah arus keluar modal asing (foreign outflow) yang cukup signifikan, meningkatkan tekanan di pasar saham Indonesia. Selain itu, kebijakan ekonomi pemerintah, seperti pemangkasan anggaran dan pembentukan berbagai lembaga baru, turut memperburuk kepercayaan investor.

Kekhawatiran semakin besar dengan beredarnya isu pengunduran diri Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, yang dianggap berpotensi mengguncang stabilitas fiskal. Selain faktor domestik, kondisi global juga ikut berperan, terutama kebijakan tarif dagang Amerika Serikat dan keputusan bank sentral AS (The Fed). Namun, faktor utama pelemahan IHSG lebih banyak disebabkan oleh ketidakpastian dalam kebijakan ekonomi di dalam negeri.

Defisit APBN Awal 2025 Capai Rp31,2 Triliun, Pemerintah Perkuat Efisiensi

Pada periode Januari hingga Februari 2025, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Indonesia mengalami defisit sebesar Rp31,2 triliun atau sekitar 0,13% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa angka ini masih dalam batas yang telah direncanakan dalam APBN 2025, yang memproyeksikan defisit sebesar 2,53% dari PDB atau sekitar Rp616,2 triliun. Defisit tersebut terjadi akibat realisasi pendapatan negara yang mencapai Rp316,9 triliun, sementara belanja negara menembus Rp348,1 triliun.

Meski angka defisit masih terkendali, penurunan penerimaan pajak serta peningkatan rasio utang menjadi perhatian utama. Penerimaan perpajakan hanya mencapai 4,18% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, dipengaruhi oleh turunnya harga komoditas utama seperti batu bara dan kelapa sawit. Selain itu, insentif pajak yang diberikan pemerintah guna menopang daya beli masyarakat turut berkontribusi pada menurunnya pendapatan negara. Di sisi lain, belanja negara terus meningkat untuk mendukung berbagai program prioritas, termasuk subsidi energi dan belanja sosial.

Pemerintah menanggapi situasi ini dengan memperkuat efisiensi anggaran, di mana belanja pusat dan daerah yang mencapai Rp306,69 triliun telah direalokasikan tanpa mengubah postur APBN. Meskipun defisit masih dalam batas wajar, pemerintah tetap perlu melakukan pengawasan ketat terhadap kebijakan fiskal agar stabilitas ekonomi tetap terjaga. Langkah-langkah strategis seperti reformasi perpajakan, optimalisasi belanja, dan pengurangan ketergantungan pada utang diharapkan mampu mengurangi risiko defisit yang lebih besar di masa mendatang.