Harga minyak goreng Minyakita belakangan ini melonjak tajam di pasar, meskipun pemerintah sudah menetapkan harga eceran tertinggi (HET) sebesar Rp15.700 per liter. Faktanya, Minyakita dijual dengan harga yang jauh lebih tinggi, bahkan mencapai Rp18.000 per liter di sejumlah toko. Kenaikan harga ini menuai kecaman dari masyarakat, dan kini Kementerian Perdagangan (Kemendag) mencurigai bahwa kebijakan wajib pungut yang diterapkan oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu) turut berperan dalam tingginya harga minyak goreng tersebut.
Dalam rapat koordinasi pengendalian inflasi pada Senin (13/1), Staf Ahli Bidang Manajemen dan Tata Kelola Kemendag, Iqbal Shoffan Shofwan, menyatakan bahwa salah satu faktor penghambat dalam distribusi Minyakita adalah kewajiban bagi BUMN Pangan untuk memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN). “BUMN Pangan mengalami kesulitan dalam mendistribusikan Minyakita dengan harga yang wajar karena mereka harus memungut PPN. Kami sudah meminta Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk mempertimbangkan pelonggaran aturan ini,” kata Iqbal.
Kemendag meyakini bahwa jika kebijakan wajib pungut ini dilonggarkan, harga Minyakita dapat ditekan lebih rendah dan mendekati harga yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Namun, Iqbal tidak merinci secara detail seberapa besar pengaruh kebijakan tersebut terhadap kenaikan harga minyak goreng di pasaran.
Mengenal Wajib Pungut dan Implikasinya terhadap Harga Minyakita
Wajib pungut merupakan sistem yang digunakan oleh Kementerian Keuangan untuk menunjuk pihak tertentu, termasuk BUMN, dalam memungut, menyetorkan, dan melaporkan PPN dari transaksi barang dan jasa. Dalam hal ini, BUMN Pangan bertanggung jawab untuk memungut PPN atas transaksi Minyakita. Pemerintah telah menetapkan tarif PPN sebesar 11 persen untuk produk ini, yang langsung menambah biaya produksi dan distribusi.
Aturan mengenai wajib pungut ini tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 8/PMK.03/2021, yang kemudian diperbarui menjadi PMK Nomor 81 Tahun 2024. Di dalam peraturan tersebut, pihak yang diberikan tugas untuk memungut PPN wajib melaporkan pembayaran pajaknya paling lambat pada akhir bulan setelah masa pajak berakhir.
Dampak Kebijakan Wajib Pungut terhadap Harga Minyakita
Beberapa ekonom menilai bahwa penghapusan kewajiban PPN untuk Minyakita berpotensi menurunkan harga jual minyak goreng di pasar. Direktur Next Policy, Yusuf Wibisono, menjelaskan bahwa jika PPN dihapuskan, harga Minyakita yang kini diperdagangkan di harga antara Rp17.000 hingga Rp19.000 per liter bisa kembali ke harga HET yang telah ditetapkan pemerintah. “Pembebasan PPN akan menurunkan harga Minyakita yang saat ini jauh di atas HET,” ujar Yusuf.
Namun, pandangan berbeda disampaikan oleh Direktur Ekonomi Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda. Menurutnya, kebijakan wajib pungut bukanlah satu-satunya faktor penyebab lonjakan harga Minyakita. “Faktor utama yang memengaruhi harga adalah panjangnya rantai pasok Minyakita, yang menyebabkan distribusinya menjadi tidak efisien. BUMN Pangan tidak memiliki infrastruktur yang memadai untuk mengontrol harga secara efektif,” ujar Huda.
Efisiensi Rantai Pasok: Kunci Pengendalian Harga Minyakita
Huda menjelaskan bahwa meskipun BUMN Pangan bertanggung jawab dalam distribusi Minyakita, panjangnya rantai distribusi menyebabkan harga minyak goreng sulit dikendalikan. Hal ini disebabkan adanya transaksi yang tidak sesuai prosedur, seperti penjualan antar pengecer yang menambah biaya distribusi.
Pada November 2024, Menteri Perdagangan Budi Santoso sempat mengungkapkan bahwa seharusnya Minyakita didistribusikan melalui jalur yang jelas, mulai dari produsen hingga pengecer. Namun, praktik di lapangan menunjukkan adanya transaksi yang tidak sesuai prosedur, yang semakin memperburuk pengendalian harga.
Dengan situasi yang terus berkembang, Kemendag berharap langkah-langkah perbaikan segera dilakukan, baik melalui pelonggaran aturan wajib pungut maupun perbaikan sistem distribusi, agar harga Minyakita bisa terkendali dan kembali sesuai dengan harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah.