Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Fadhil Hasan, memandang kebijakan tarif timbal balik (reciprocal tariff) yang diumumkan Amerika Serikat akan memberikan dampak yang tergolong moderat terhadap perdagangan Indonesia. Dalam forum diskusi publik bertema “Waspada Genderang Perang Dagang” yang berlangsung di Jakarta pada hari Jumat, ia menyampaikan bahwa meskipun sejumlah komoditas ekspor Indonesia akan terkena imbas, dampaknya diperkirakan tidak akan terlalu besar jika dibandingkan dengan negara-negara pesaing. Produk-produk seperti tekstil, garmen, alas kaki, dan minyak sawit termasuk di antara sekitar 10 komoditas ekspor yang kemungkinan besar akan terkena dampak kebijakan tersebut. Meski begitu, karena kebijakan tarif ini berlaku untuk hampir semua negara, terutama pesaing regional seperti Vietnam, Malaysia, dan Thailand, posisi Indonesia dinilai relatif lebih baik. Fadhil menyebut beberapa negara tersebut bahkan mungkin akan menghadapi tarif yang lebih tinggi dibandingkan Indonesia. Amerika Serikat sendiri merupakan mitra dagang terbesar kedua bagi Indonesia setelah Tiongkok, dengan porsi ekspor mencapai 10,5 persen dan surplus perdagangan sebesar 16,8 miliar dolar AS. Presiden AS Donald Trump pada Rabu (2/4) mengumumkan kenaikan tarif minimal 10 persen terhadap puluhan negara, termasuk Indonesia, sebagai bagian dari strategi untuk meningkatkan lapangan kerja domestik. Indonesia berada di posisi ke delapan dalam daftar negara yang dikenai tarif tambahan, dengan besaran tarif mencapai 32 persen. Sementara negara Asia Tenggara lain seperti Vietnam, Malaysia, Kamboja, dan Thailand juga masuk dalam daftar dengan kenaikan tarif bervariasi antara 24 hingga 49 persen.

Tarif Timbal Balik AS Diterapkan, Ekonom Nilai Dampaknya ke RI Masih Moderat
Leave a reply