Jakarta – Seorang akuntan muda yang bekerja di perusahaan besar Ernst & Young (EY), Anna Sebastian Perayil, meninggal dunia setelah mengalami kelelahan yang diduga terkait dengan tekanan pekerjaan yang tinggi. Kematian Anna, yang berusia 26 tahun dan berasal dari Kerala, India, mengundang perhatian luas setelah sang ibu, Anita Augustine, menulis sebuah catatan emosional mengenai tragedi tersebut.
Dalam catatan yang menyentuh hati itu, Anita mengungkapkan bahwa beban kerja yang sangat berat membuat Anna mengalami kelelahan fisik dan mental yang parah setiap hari. Meskipun Anna baru saja bekerja selama empat bulan di perusahaan yang menjadi impiannya, ia meninggal dunia pada bulan Juli setelah dirawat di rumah sakit Pune akibat komplikasi kesehatan yang diduga dipicu oleh kelelahan yang ekstrem.
Yang menambah duka mendalam adalah bahwa tidak ada seorang pun dari tempat Anna bekerja yang menghadiri pemakamannya, yang memicu kemarahan di media sosial. Para netizen mengkritik keras apa yang mereka anggap sebagai ketidakpedulian perusahaan terhadap karyawannya.
Ketua EY, Memani, dalam sebuah unggahan di LinkedIn, menyampaikan penyesalan yang mendalam karena pihaknya tidak menghadiri pemakaman Anna. Ia menegaskan bahwa hal tersebut tidak mencerminkan nilai-nilai perusahaan, dan berjanji untuk mencegah kejadian serupa di masa depan.
“Kami sangat menyesal atas kejadian ini dan berkomitmen untuk menciptakan lingkungan kerja yang lebih baik bagi semua karyawan kami. Kejadian seperti ini tidak akan terulang,” tulis Memani.
Namun, di luar penyesalan dan ungkapan belasungkawa, banyak pihak menuntut adanya perubahan nyata dalam budaya kerja yang dianggap terlalu menuntut. Harsh Goenka, ketua RPG Enterprises, menekankan pentingnya menghargai efisiensi kerja, bukan hanya lamanya waktu yang dihabiskan di kantor.
“Penting bagi kita untuk mengubah cara pandang terhadap kerja. Kerja berlebihan bukanlah sesuatu yang harus dipuji. Efisiensi jauh lebih penting,” ujar Goenka.
Pemerintah India turut mengambil langkah dengan memerintahkan penyelidikan terhadap kondisi kerja di EY. Menteri Ketenagakerjaan Shobha Karandlaje menyatakan bahwa pihaknya sedang melakukan investigasi mendalam untuk memastikan apakah tuduhan tentang lingkungan kerja yang eksploitatif benar adanya.
“Kami sedang menyelidiki laporan terkait kondisi kerja di perusahaan tersebut. Hasilnya akan kami umumkan dalam beberapa hari ke depan,” ungkap Arjun Ram Meghwal, Menteri Negara Hukum dan Keadilan, dalam sebuah acara publik.
Sementara beberapa pihak di industri menyebut kasus Anna sebagai insiden yang terisolasi, mantan karyawan EY dan perusahaan besar lainnya memberikan kesaksian yang berbeda. Mereka mengungkapkan bahwa bekerja berjam-jam tanpa henti sering kali menjadi bagian dari budaya kerja di perusahaan multinasional besar. Salah satu mantan karyawan EY bahkan menceritakan pengalaman serupa, di mana ia menyaksikan rekan kerjanya mengalami kelelahan yang berlebihan, bahkan selama masa kehamilan.
“Saya pernah bekerja di EY dan saya melihat banyak rekan yang mengalami hal serupa. Beban kerja yang berlebihan sudah menjadi hal yang biasa di sana,” ungkap mantan karyawan tersebut.
Kematian Anna menjadi peringatan penting tentang dampak negatif dari budaya kerja yang terlalu menuntut. Di tengah meningkatnya tuntutan produktivitas, perusahaan harus lebih memperhatikan kesejahteraan karyawan mereka, karena kesehatan mental dan fisik adalah hal yang tak ternilai harganya.